Ujian yang Berbalut Nikmat


Sahabat yang dirahmati Allah. Pernahkah kita berpikir mengapa Allah menciptakan kita (manusia) sebagai makhluk ciptaanNya yang paling sempurna? Dianugerahkan penglihatan, pendengaran, akal, bahkan hati nurani, dan sifat-sifat manusia lainnya yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain.
 
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Insan ayat 2 : “Sungguh kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”

Ayat ini memberikan faedah kepada kita bahwa sesungguhnya nikmat pendengaran dan penglihatan adalah ujian. Apakah kita mau taat atau bermaksiat kepada Allah. Apakah kita tergerak untuk memanfaatkan pendengaran dan penglihatan untuk mengkaji perintah-perintah Allah dan melaksanakannya, atau justru tidak peduli dan mengikuti bisikan syaithon yang menyesatkan

Mengapa manusia diberikan nikmat kemudian diuji?

Al-Qur’an menjawabnya dalam surat Al-Kahfi ayat 7
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.”
Juga dalam Surat Al-Mulk ayat 1-2 :  
“Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya….”
Dan dalam surat Hud ayat 7 :  
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan Arsy-Nya di atas Air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya….” 

‘SIAPAKAH DIANTARA KAMU YANG PALING BAIK AMALNYA’ 

Inilah jawaban mengapa manusia diuji dengan nikmat yang dianugerahkan Allah. 

Ujian telah diberikan kepada manusia pertama yaitu Adam. Melalui pendengaran, Adam dan Hawa terpedaya oleh bisikan iblis, melalui penglihatan,  mereka terperdaya oleh hawa nafsunya sehingga diturunkan ke bumi dan kehilangan kenikmatan surga. 

Ujian tidak hanya berupa kesulitan namun bisa jadi kenikmatan dunia yang menjadikan kita selalu ingat atau justru lupa dengan Allah. Seperti kisah Nabi Sulaiman yang diabadikan dalam surat An-Naml ayat 40 : 
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari”

Sahabat, mulailah membaca diri dan lingkungan dengan mengamalkan apa yang ada dalam Kitabullah. Tentulah Allah menciptakan manusia tidak untuk kesia-siaan. Sadarilah setiap nikmat yang diberikan Allah merupakan ujian yang harus kita sikapi dengan bijak, sehingga mampu menjadi umat yang paling baik amal perbuatannya. 

Patutlah kita teladani leluhur kita Nabi Sulaiman yang tidak kufur akan nikmat, Nabi Sulaiman menyadari setiap karunia Allah adalah ujian baginya, tinggal bagaimana kita mampu menyikapinya dengan bersyukur atau justru kufur.

Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur” (QS. Al Baqarah: 152)

-Tuntas Terjemah Al-Qur'an-
(PW)

Sejauh mana kesanggupanmu?

Tuntas Terjemah Al Quran - (draft)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu 'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Sahabat Tasqut yang Insya ALLAH senantiasa diridhoi ALLAH SWT :)

Apa kabar iman hari ini? Masihkah tujuannya hanya satu, hanya pada ALLAH?
Sejauh mana kita sudah berusaha untuk taat pada ALLAH? Sudah maksimalkah?
Sejauh mana kesanggupan kita untuk berusaha menjadi abdillah yang sesungguhnya?

(16). فَاتَّقُوا الَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ ۗوَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S. At-Taghabun (64); 16)


Dalam Al Qur'an, kata Masthatho'tum terdapat dalam surat At-Taghabun ayat 16 di korelasikan dengan kata taqwa. Yang artinya ialah "Maka Bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (semampunya)"

Mastatho'tum berarti sesuai kesanggupan atau semampunya, atau bisa di artikan  bahwa kita diperintahkan oleh Allah Ta'ala untuk berTaqwa berdasarkan kesanggupan kita atau semampunya. Tapi, sejauh mana kesanggupan/kemampuan yang dimaksud?

Kebanyakan kita membuat standar 'target kesanggupan' yang begitu lemah dan rendah.
Misalkan :
- Saya hanya bisa membaca 3 halaman Al-Qur'an dalam sehari
- Saya hanya mampu menghafal surah-surah pendek saja
- Saya biasanya hanya mampu ...


Kita membuat standar kesanggupan yang secara tidak sadar menjadi batasan diri yang ternyata sudah banyak orang yang mampu melampauinya. Padahal kemampuan kita mungkin saja berkali-kali lipat lebih tinggi daripada standar itu sendiri.

"Jika kau telah berada di jalan Allah, melesatlah dengan kencang. jika sulit, maka tetaplah berlari meski kecil langkahmu. bila engkau lelah, berjalanlah menghela lapang, dan bila semua itu tak mampu kau lakukan, tetaplah maju meski terus merangkak, dan jangan pernah sekalipun berbalik ke belakang.” (Imam Syafi’i)

Ada sebuah kisah hikmah tentang batas ukuran kesanggupan manusia, semoga kita bisa mengambil ibroh darinya. Berikut kisahnya:

Abdullah Al Azzam, atau lebih dikenal dengan nama Syekh Azzam, seorang syekh teladan yang sangat disegani dan dihormati oleh para muridnya.
Pada suatu saat beliau ditanya oleh muridnya,
“Ya syekh, apa yang dimaksud dengan mastatho’tum”?
Sang Syekh-pun membawa muridnya ke sebuah lapangan.
Meminta semua muridnya berlari sekuat tenaga, mengelilingi lapangan.
Setelah semua muridnya menyerah, dan menepi ke pinggir lapangan.
Sang Syekh-pun tak mau kalah. Beliau berlari mengelilingi lapangan hingga membuat semua muridnya keheranan. Hingga pada akhirnya beliau jatuh pingsan, dan tak sadarkan diri.
Setelah beliau siuman dan terbangun, muridnya bertanya,
“Syekh, apa yang hendak engkau ajarkan kepada kami?”.
“Muridku, Inilah yang dinamakan titik mastatho’tum! Titik di mana saat kita berusaha semaksimal tenaga sampai Allah sendiri yang menghentikan perjuangan kita (bukan, bukan kita yang berhenti)”, Jawab Sang Syekh dengan mantap!

Mari berlindung kepada ALLAH dari malas dan lemah azzam.
Adapun doa yang di ajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam agar terhindar dari sifat malas, yaitu:


Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca do’a ini :
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat.
Artinya :
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” [HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706]

Mari berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha sekuat tenaga dan sebesar-besarnya kemampuan untuk menjadi hamba yang dicintai dan dirihoiNya. Jangan sampai kita tergolong orang-orang yang tergantikan :)

"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini." (Q. S. Muhammad ayat 38)

Mari menjemput limpahan karunia rahmatNYA dengan MASTATHO'TUM..!!!

Wassalam.
(AA)


Ibadah Sepanjang Hayat

sumber gambar : google.com

Sahabat Tasqut Yang Dirahmati Allah SWT, Bagaimana interaksimu dengan Al Quran saat ini?

Tak terasa,  bulan Ramadhan sudah berlalu lebih dari sebulan . Pada bulan Ramadhan, umat Islam berlomba-lomba untuk beribadah dan beramal shalih. Kelebihan dan keutamaan ibadah di bulan Ramadhan memberikan motivasi dan semangat tersendiri. Kini Ramadhan telah pergi, Lantas bagaimana intensitas ibadah dan amal shalih yang kita lakukan setelah bulan Ramadhan? Apakah kita mampu untuk istiqamah dalam beribadah seperti saat bulan Ramadhan? Jika kita belum mau memelihara ibadah kita  seperti layaknya beribadah di bulan Ramadhan, maka ada satu hal yang harus kita sadari bahwa amalan ibadah seorang mukmin berakhir bila malaikat Izrail datang untuk mencabut ruh dari tubuh kita. Seperti disebutkan dalam Surat Al Hijr, 99 dibawah ini :
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).

Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  menerangkan bahwa amalan yang dicintai oleh Allah  bukan hanya amalan sesaat, bukan hanya amalan di bulan Ramadhan.

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim no. 783)
Berikut amalan yang seharusnya kita pelihara selepas Ramadhan
1.  Menjaga shalat lima waktu.
Shalat lima waktu merupakan salah satu rukun Islam dan hukumnya wajib bagi seorang muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku wajibkan bagi umatmu shalat lima waktu. Aku berjanji pada diriku bahwa barangsiapa yang menjaganya pada waktunya, Aku akan memasukkannya ke dalam surga. Adapun orang yang tidak menjaganya, maka aku tidak memiliki janji padanya’.” (HR. Ibnu Majah no. 1403)

2. Melaksanakan shalat berjama’ah.
Bagi laki-laki, lebih utama melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Menurut pendapat terkuat hukum shalat jama’ah itu wajib. Selain itu, shalat jama’ah memiliki keutamaan yang lebih  dari shalat sendirian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat jama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak 27 derajat.”( HR. Bukhari no. 645 dan Muslim no. 650)
Sedangkan bagi perempuan,  lebih utama melaksanakan shalat lima waktu di rumah. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.”(HR. Ahmad 6/297)

3. Menggalakan interaksi dengan Al Quran dan mengamalkannya
Banyak keutamaan yang diperoleh dari orang yang membaca Al Quran,  diantaranya: Pertama: mendapatkan syafaat(pertolongan) pada hari Kiamat (HR. Muslim).Kedua, orang yang mempelajari Al-Qura’n dan mengajarkannya adalah orang yang terbaik.(HR. Bukhari). Ketiga, orang yang pandai membaca Al-Qur’an dimasukkan ke dalam surga bersama para malaikat yang suci. Sedangkan orang yang membaca terbata-bata (belum pandai), maka ia akan diberi dua pahala. (HR. Bukhari & Muslim). Keempat, orang yang membaca dan mendengar Al-Qur’an akan mendapatkan sakinah, rahmat, doa malaikat dan pujian dari Allah.(HR. Muslim).Kelima,mendapat pahala yang berlipat ganda yaitu setiap huruf yang dibaca dihitung satu pahala dan satu pahala itu dilipat gandakankan menjadi sepuluh ganda.(HR.At-Tirmizi), dan sebagainya.

4. Merutinkan puasa sunnah
Salah satu puasa sunah adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
Kita juga bisa merutinkan pula sunah pada hari Senin dan Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747)
Selain itu, minimal setiap bulannya melaksanakan puasa sunah Ayyamul Bidh selama tiga hari.  Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya, “Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424)

5. Memelihara shalat sunah
Setelah Ramadhan kita diharapkan untuk tetap istiqamah dalam menjaga shalat-shalat sunnat seperti rawatib, dhuha, tahiyatul masjid, setelah wudhu’, tahajjuj, witir, shalat sunat fajar dan sebagainya. Adapun keutamaan shalat Rawatib yaitu dibangunkan rumah di surga (HR. Muslim). Keutamaan shalat Dhuha yaitu pahalanya sama seperti bersedekah (HR. Muslim). Sedangkan keutamaan shalat sunnat fajar (sebelum shubuh) adalah pahalanya lebih baik dari dunia dan isinya (HR. Muslim)

6. Menolong saudara seiman
Setelah Ramadhan, kita diharapkan terus membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Salah satu caranya dengan berinfak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Setiap hari, dua malaikat turun kepada seorang hamba. Salah satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak. Dan yang lain berdoa, “Ya Allah, hilangkan harta orang yang menolak infak.” (HR.Bukhari dan Muslim). Mengenai keutamaan menolong saudara seiman, Rasulullah saw bersabda,“Allah menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya”.(HR. Muslim).

7.  Menjaga diri dari maksiat
Ramadhan mengajarkan kita untuk dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu. Maka, setelah Ramadhan, sepatutnya kita mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu untuk tidak melakukan maksiat.

Disadur dari :
https://www.islampos.com
http://rumaysho.com


-Tuntas Terjemah Al Quran-
(ND)

Sidik Jari Manusia dalam Al-Qur'an

Tuntas Terjemah Al Quran -
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu 'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Sahabat Tasqut yang Insya ALLAH senantiasa diridhoi ALLAH SWT :)

Sudah kah sahabat shaleh/shalehah membaca Al-Qur'an hari ini, setidaknya satu atau dua ayat saja? Tentu sudah yaa, Insya ALLAH.

Ada begitu banyak keajaiban yang terkandung dalam Al-Qur'an. Baik keajaiban yang telah terbuktikan dengan ilmu pengetahuan manusia, sampai yang tak mampu terukur oleh nalar manusia terjenius sekalipun. Salah satu dari begitu banyaknya keajaiban itu adalah keterangan dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang sidik jari manusia.

Sahabat Tasqut yang Insya ALLAH senantiasa di ridhoi ALLAH SWT, seperti yang kita ketahui, sidik jari kita bukanlah sekedar lengkungan atau garis-garis biasa yang terukir tanpa makna. Seiring perkembangan zaman, telah diketahui bahwa sidik jari manusia antara satu dan yang lainnya adalah berbeda. Setiap manusia memiliki bentuk sidik jari (finger print) yang unik. Bahkan bagi sepasang saudara yang terlahir kembar identikpun memiliki sidik jari yang berbeda. 
Sumber : stifinbwi.wordpress.com
Fakta tersebut baru diperkenalkan oleh beberapa ilmuan seperti Johann Christoph Andreas Mayer pada tahun 1788 yang menyatakan bahwa setiap sidik jari manusia itu memiliki keunikan sendiri-sendiri. Hal serupa juga dikemukakan oleh Sir William James Herschel pada tahun 1858. Namun, sidik jari baru mulai diteliti secara ilmiah dan akhirnya dijadikan sebagai tanda pembeda identitas adalah ketika Sir Francis Golt secara khusus melakukan riset tentang sidik jari pada tahun 1880. Hasil risetnya memberikan hasil bahwa tidak ada dua orang manusia di dunia ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama. 

Pada perkembangannya, diciptakanlah berbagai alat teknologi sidik jari dengan sistem analisa elektronik. Alat tersebut pertama kali digunakan FBI di Amerika Serikat sekitar akhir abad ke-19 atau tahun 60-an. FBI menggunakannya untuk mengetahui jati diri korban kriminalitas atau bahkan tersangkanya lewat jejak sidik jari yang biasanya tertinggal pada tempat kejadian. Selanjutnya, sidik jari tidak hanya digunakan sebagai alat untuk mengungkap kriminalitas, tapi juga mulai dimanfaatkan untuk keperluan di bidang lain, seperti untuk database kependudukan, mesin absensi, teknologi akses kontrol pintu, finger print data secure, aplikasi retail, sistem payment dan masih banyak lagi.

Penelitian tentang sidik jari terus berkembang hingga akhirnya muncullah disiplin ilmu yang mempelajari sidik jari, yaitu Daktiloskopi. Yakni ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas orang dengan cara mengamati garis yang terdapat pada guratan garis jari tangan dan telapak kaki yang sangat berhubungan dengan genitak manusia. 
Sumber : www.metaformltd.com
Lalu, apa hubungannya dengan keajaiban Al-Qur'an?

Sahabat Tasqut, belasan abad sebelum manusia menyadari bahwa sidik jari bukan sekedar lengkungan atau garis-garis tanpa makna. ALLAH SWT telah mengungkapkannya secara khusus dalam al-Qur'an terlebih dahulu, yaitu pada Qur'an Surah Al-Qiyamah ayat 3 dan 4:

(3). أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ
Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?

(4). بَلَىٰ قَادِرِينَ عَلَىٰ أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.

Menurut Harun Yahya dalam Pesona Al-Qur’an ketika menjelaskan ayat di atas menulis bahwa penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap manusia adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap manusia yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain. Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia.

Harun Yahya melanjutkan, sistem pengkodean lewat sidik jari ini dapat disamakan dengan sistem kode garis (barcode) sebagaimana yang digunakan saat ini. Akan tetapi, ujarnya, yang terpenting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan dan mampu diukur oleh nalar manusia di akhir abad ke-19. Sedangkan, dalam al-Qur'an, Allah sudak merujuk kepada sidik jari, dan menyatakan kekuasaanNya yang mampu menyusun (kembali) jari jemari manusia dengan sempurna pada saat mereka dibangkitkan kembali.
Hal ini menjadi satu lagi bukti bahwa Al-Qur’an selalu otentik dipergunakan. Informasi-informasi ilmiah yang diberikannya selalu teruji sampai kapanpun, yang saat itu belum disadari sama sekali oleh orang. Dengan kata lain, al-Qur’an adalah bukti tertulis yang paling otentik yang bisa dijadikan sebagai rujukan ilmiah dalam mengupas persoalan-persoalan teknologi sejak zaman dulu hingga zaman sekarang. Sedangkan bukti-bukti lain terkadang aus terkikis zaman atau hilang dan terbakar.

Masya ALLAH, Maha Benar ALLAH dengan segala FirmanNya. 

Source: http://keajaiban-quran.blogspot.com/2013/05/sidik-jari-dalam-al-quran.html

(AA)